Sabtu, 14 Juli 2012

Pintu Ikhlas


Sering kali kita mengklaim diri sebagai orang yang ikhlas. Tidak jarang kita menuduh orang lain tidak ikhlas. Padahal, ikhlas itu persoalan hati. Tidak tampak di mata, tidak terdengar di telinga dan tidak tercium oleh hidung.

Sejak awal, Allah telah memperingatkan  kita untuk beribadah secara ikhlas. "Dan mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan hati yang ikhlas kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Q.S. Al Bayyinah [98]: 5)

Imam Ar Rozi dalam tafsir Mafatihu Al-Ghaib, mengatakan mukhlisin dalam ayat tersebut adalah orang yang melakukan kebaikan karena kebaikannya. Melaksanakan kewajiban karena kewajiban itu sendiri, bukan karena orang lain. Karena kata ikhlas secara bahasa berarti melakukan sesuatu dengan hati yang tulus dan murni tanpa ada campuran apa pun.

Al-Ghazali dalam kitab ihya ulum ad-Din, menggambarkan, ikhlas dengan memurnikan setiap amal perbuatan dari campuran apa pun, sedikit ataupun banyak, yang tertinggal hanyalah mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah). Tidak ada motivasi lain. Ikhlas semacam ini bisa terwujud jika dibangun dari rasa cinta dan tergila-gila (zauq) kepada-Nya. Ia sengaja menenggelamkan diri pada kepentingan akhirat dan tak ada sedikit pun kecintaan kepada dunia.

Ada perbedaan yang tipis antara ikhlas, syirik dan riya. Perbuatan yang dilakukan untuk dan karena orang lain disebut syirik. Tidak melakukan sesuatu gara-gara manusia dinamakan riya (pamer). Sedangkan ikhlas berada di antara keduanya, yakni mengerjakan dan meninggalkan sesuatu, bukan untuk manusia, tapi untuk Allah swt.

Tanda-tanda ikhlas menurut Dunnun al-Misri adalah pertama, pujian dan cacian yang diterima dianggap sama. Tidak ada bedanya (biasa-biasa saja). Kedua, perbuatan yang telah dilakukan tidak dipedulikan lagi. Ketika, tidak mengharap imbalan pahala di akhirat. Yang ada dibekanya, perbuatan itu diserahkan hanya kepada Allah. Terserah Allah, apa yang akan diberikan pada dirinya. (Al Adzkar an-Nawawi; 5, Risalah Al-Qusyairiyah; 208).

Dari gambaran di atas, ikhlas terbagi menjadi dua macam. Pertama, ikhlas dalam amal, yakni perbuatan yang dia lakukan semata-mata karena Allah SWT, mengagungkan perintah dan memenuhi panggilan-Nya. Bukan untuk memperoleh pujian dan simpati dari orang lain.

Ikhals dalam amal ini, ada tiga tahapan. tahapan pertama, melakukan sesuatu hanya untuk melaksanakan perintah dan menegakkan hak kehambaannya kepada Allah semata. Tahapan kedua, mengerjakan ibadah untuk memperoleh pahala di akhirat. Tahapan ketiga (tingkat terendah), melakukan sesuatu untuk memperoleh kemuliaan di dunia dan selamat dari penyakit dan godaan dunia.

Kedua, ikhlas karena Allah dalam mencari pahala. Tujuannya untuk memperoleh pahala sebagai imbalan dari perbuatan baik yang dilakukannya. (Siraj at-Thalibin II, 359-362). Wallau'alam.

republika edisi sabtu, 14 juli 2012

0 komentar:

Posting Komentar