Ketika wahyu datang kepada
Rasulullah shallahu'alaihi wa salam, Jibril membawa kabar bahwa A’isyah
adalah istrinya di dunia dan akhirat, sebagaimana diterangkan dalam hadist dari
A’isyah,"Jibril datang membawa gambarnya pada sepotong sutra hijau kepada
Nabi shallahu'alaihi wa salam, lalu berkata, 'ini adalah istrimu di
dunia dan di akhirat'" ( HR.Tirmidzi).
A’isyah dilahirkan empat tahun
sesudah Nabi shallahu'alaihi wa salam diutus menjadi Rasul. Semasa kecil
Ia bermain dengan lincah dan ketika dinikahi oleh Rasulullah shallahu'alaihi
wa salam, belum genap sepuluh tahun.
Dengan izin Allah Subhanallahu wa Ta’ala menikahlah
Rasululah shallahu'alaihi wa salam dan A’isyah binti Abu Bakar dengan
maskawin 500 dirham. A’isyah tinggal dikamar yang berdampingan dengan Masjid
Nabawi. Dikamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga
sebagai tempat turunnya wahyu. Di hati Rasulullah shallahu'alaihi wa salam, kedudukan A’isyah sangat istimewa, dan tidak
dialami oleh istri-istri beliau yang lain. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Anas bin Malik dikatakan,”cinta pertama yang terjadi di dalam Islam adalah
cintanya Rasulullah shallahu'alaihi wa salam kepada A’isyah radhiyallahu
‘anha.”
Diantara istri-istri Rasulullah shallahu'alaihi wa salam, Saudah
binti Zam’ah sangat memahami keutamaan-keutamaan A’isyah, sehingga dia merelakan
seluruh malam bagiannya untuk A’isyah. A’isyah menjaga agar jangan sampai
Rasulullah shallahu'alaihi wa salam menemukan sesuatu yang tidak
menyenangkan darinya. Karena itu, salah satunya dia senantiasa mengenakan
pakaian yang bagus dan selalu berhias untuk Rasulullah shallahu'alaihi wa
salam.
Menjelang wafat, Rasulullah shallahu'alaihi wa salam meminta
izin kepada istri-istrinya untuk beristirahat dirumah A’isyah selama sakitnya
hingga wafat. Bagi A’isyah, menetapnya Rasulullah shallahu'alaihi wa salam selama
sakit dikamarnya merupaka kehormatan yang sangat besar karena dia dapat merawat
beliau hingga akhir hayat. Rasulullah shallahu'alaihi wa salam dikuburkan
dikamarnya A’isyah, tepat ditempat dia meninggal.
Dalam tidurnya, A’isyah pernah bermimpi melihat tiga buah bulan jatuh
ke kamarnya. Ketika dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, Abu Bakar
berkata,”jika yang engkau lihat itu benar, maka dirumahmu akan dikuburkan tiga
orang yang paling mulia di muka bumi”. Dan ketika Rasulullah shallahu'alaihi
wa salam wafat, Abu Bakar,”Beliau adalah orang yang paling mulia di antara
ketiga bulanmu.” Ternyata Abu Bakar dan Umar dikubur dirumah A’isyah. Rumah A’isyah
senantiasa dikunjungi orang-orang dari segala penjuru untuk menimba ilmu atau
untuk berziarah ke makam Nabi shallahu'alaihi wa salam.
A’isyah tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika sudah jelas dalilnya
dari Al-Qur’an dan Sunnah. A’isyah adalah orang yang paling dekat dengan
Rasulullah shallahu'alaihi wa salam sehingga banyak menyaksikan turunnya
wahyu kepada beliau. A’isyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung
keapda Rasulullah shallahu'alaihi wa salam jika menemukan sesuatu yang
belum dia pahami tentang suatu ayat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Ia
memperoleh ilmu langsung dari Rasulullah shallahu'alaihi wa salam. A’isyah
termasuk wanita yang banyak menghafalkan hadist-hadist Nabi shallahu'alaihi
wa salam, sehingga para ahli hadist
menempatkan dia pada urutan kelima dari para pengahafal hadist setelah Abu
Hurairah, Ibnu Umar, Anas in Malik, dan Ibnu Abbas.
Dalam hidupnya yang penuh dengan jihad, Sayyidah A’isyah wafat pada
usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun ke-58 H dan dikuburkan di
baqi’. Kehidupan A’isyah penuh dengan kemuliaan, kezuhudan, ketawadhuan, pengabdian
sepenuhnya kepada Rasulullah shallahu'alaihi wa salam, selalu beribadah
serta senantiasa melaksanakan shalat malam. Selain itu, A’isyah banyak mengeluarkan
sedekah sehingga di dalam rumahnya tidak akan ditemukan uang satu dirham atau
satu dinar pun. Rasulullah shallahu'alaihi wa salam pernah bersabda,”berjaga
dirilah engkau dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma” (HR.Ahmad).
1 komentar:
Subhanallah
Posting Komentar